Penegakan Hukum Terhadap Penyebaran Hoax Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Hukum Islam

Penyebaran hoax mengakibatkan perpecahan di dalam masyarakat. Penegakan hukumnya di Indonesia menggunakan sarana hukum pidana nasional. Sehingga Penulis ingin mengkaji pengaturan mengenai hoax di dalam hukum pidana positif dan hukum Islam, dan kemudian seperti apa penegakannya. Penulis menggunakan jenis penelitian normatif dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebaran hoax merupakan tindakan yang dilarang baik di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia maupun hukum Islam. Di Indonesia, karena tidak berlaku hukum Islam, maka penegakan terhadap pelaku penyebaran hoax adalah dengan menggunakan mekanisme hukum pidana. Adapun penyebaran hoax diatur di dalam ketentuan Pasal 14 dan 15 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berikutnya, Pelaku penyebaran hoax dapat dilakukan penuntutan tanpa adanya pengaduan dari korban. Hal ini disebabkan karena perumusan delik merupakan delik biasa. Penegakan hukum terhadap pelaku dilakukan dengan menggunakan mekanisme hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Adapun dalam hal pelaku penyiaran berita bohong atau “hoax” merupakan anak-anak yang dibawah umur, dalam hal ini berlaku sistem peradilan pidana anak untuk melindungi anak tersebut yaitu Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.